
“Kini keberadaan perusahan pertambangan lainnya sudah mempersempit hasil pangan mereka dari berburu dan meramu apa lagi dengan datangnyaya PT. IWIP yang kini tengah melakukan aktivitas penambangan di lokasi mereka.”
TERNATE, tvonlinetidore.net – Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Provinsi Maluku Utara menolak adanya pembukaan lahan untuk pembuatan jalan, yang akan dikerjakan oleh PT. Indonesia Weda Bay Industri Park (IWIP).
Pembukaan lahan untuk jalan perusahan penambangan tersebut tidak mendapatkan persetujuan dari kelompok masyarakat adat Tobelo Dalam khususnya Ake Jira, Kabupaten Halmahera Utara.
Melalui konferensi pers yang di hadiri sejumlah awak media di kelurahan Jati pada Jumat, 6 September 2019 kemarin di Kantor ketua AMAN Malut, Munadi Kilkoda, mengatakan bahwa, pembukaan jalan penambangan demi kepentingan PT IWIP dengan alasan dari masyarakat adat bawa di lokasi tersebut terdapat kuburan leluhur masyarakat Tobelo Dalam Ake Jira di Mein talen, yang saat ini sudah dimulai proses penggusuran jalan untuk kepentingan perluasan jalan maupun aktivitas penambangan, demi memuluskan rencana perluasan lahan pertambangan.
Tak hanya itu, ketua AMAN Malut juga menuturkan bahwa pembukaan jalan tersebut tidak pernah di bicarakan dengan kelompok masyarakat adat atau biasa disebut Indigenous Peoples.
“Lebih parahnya lagi, pengusuran jalan penambangan PT. IWIP mengunakan dua orang warga dari Tobelo dalam Akejira yakni Yakuta dan Elia yang seakan-akan telah mewakili kelompok yang lainnya,” pungkasnya.
Dikatakan juga, setelah usai melakukan peninjauan ke lokasi, ternyata terdapat dua orang warga Tobelo Dalam atau Akejira, diduga telah di pengaruhi oleh sekelompok orang yang bukan dari kelompok mereka, sebab meraka juga tidak paham dan hanya ikut-ikut saja terkait soal perijinan pembuka jalan pertambangan. Hal itu katanya, karena mereka tidak tahu.
Dijelaskan, kelompok Tobelo Dalam Akejira di lokasi tersebut terdapat dua (2) kepala keluraga (KK) jumlah secara keselurahan 8 orang, diantaranya 3 orang laki-laki dan 5 orang perempuan. “Secara tidak langsung ekspansi PT. IWIP dengan membuka jalan penambangan akan mengancam keberadaan mereka,” terngnya.
“Kini keberadaan perusahan pertambangan lainnya sudah mempersempit hasil pangan mereka dari berburu dan meramu apa lagi dengan datangnyaya PT. IWIP yang kini tengah melakukan aktivitas penambangan di lokasi mereka,” terangnya, melanjutkan.
Sementara, Perwakilan keluarga Tobelo Dalam Akejira Laurens Guslaw juga sempat mengeluh dengan adanya aktivitas tambang yang kini membuat keluarga mereka susah untuk mendapatkan makanan di hutan. Hal itu menurutnya, hutan dan sungai-sungai sudah tercemar. Bahkan, mereka juga sempat berpindah pindah dari lokasi ke lokasi yang lain karena merasa ketakutan dengan adanya perusahan tambang, karena secara tidak langsung menurutnya telah mengacam kelangsungan hidup kami semua.
“Harapnya, perusahan tidak lakukan penggusuran jalan di sekitar tempat tinggal kami. Sebab, kami hanya ingin ketenangan selain itu tidak ingin diganggu itu saja, yang kami harap,” tuturnya.
Melihat persoalan di atas, ketua AMAN Maluku Utara langsung mengambil sikap tegas. Pertama, mendesak PT. IWP untuk menghentikan seluruh aktivitas di wilayah adat Tobelo dalam Akejari. Kedua, mendesak PT. IWIP merehabilitasi kembali kerusakan hutan yang diakibatkan dari pembukaan jalan. Ketiga, mendesak PT. IWIP menaati hukum dan perjanjian internasional baik itu konvensi ILO 169 maupun deklarasi PBB tentang Hak-Hak masyarakat adat yang mengharuskan setiap perusahan (tambang) tidak melakukan aktivitas yang dapat mengancam apa lagi kehilangan identitas kelompok masyarakat adat.
Keempat, mendesak PT. IWIP melaksanakan Free, Prior, Informed Consent (FPIC) terhadap segala bentuk kebijakan sebelum melakukan aktivitas pertambangan pada kelangsungan hidup masyarakat adat. Kelima, mendesak PT. IWIP mentaati hukum Indonesia terutama putusan Mahkama Konstitusi (MK) Nomor 35/PUU-X/2019. Putusan ini menegaskan Hutan Adat Tobelo Dalam Akejira bukan Milik Negara. Keenam, mendesak kepada Pemerintah kabupaten Halmahera Tengah untuk mengakui dan melindungi hak-hak masyarakat adat Tobelo Dalam Akejari terhadap ancaman dari luar.
Tak hanya itu, ketua AMAN juga mendesak pemerintah kabupaten Halmaherah Tengah untuk melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap kegiatan kaplingan yang dilakukan kelompok masyarakat pesisir yang sudah merambah ke Tobelo Dalam khususnya Akejira. (MS)