TIDORE – Sejumlah kelompok nelayan Kota Tidore Kepulauan (Tikep) keluhkan pembuatan Pengurusan Izin Penangkapan Ikan ke DPRD bertujuan bisa mendapatkan perlindungan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia.
Dalam pertemuan yang digelarkan di ruang paripurna DPRD ini, nelayan Tidore telah memaparkan kondisi pengurus izin penangkapan ikan dianggap terlalu berbelit-belit secara online.
Sedangkan kapal ikan dengan kapasitas di atas 30 GT mestinya sudah mendapatkan Izin Penangkapan Ikan (SIPI), namun dokumen yang dikirimkan lewat online-pun ditolak, bahkan disuruh dibuat kembali.
Kelompok Ngofa Nelayan Tidore, Taufik Ababukar, mengatakan, persolan dalam pengurusan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) yang dibuat nelayan saat ini masih terkendala dengan jaringan Server dari pusat.
“Memang, dokumennya sudah diterima, tetapi besok kami upload ulang, sistem tersebut disuruh dibuat dari awal. Sementara nelayan kejar saat ini terkait dengan kebutuhan ikan makan maupun lainnya,”ungkap Taufik di kantor DPRD, Kamis (14/4/2022).
Taufik mengakui, saat ini nelayan Tidore tidak tahu, harus mengadu ke siapa lagi. “Bukan hanya kami yang mengadu, tapi dari seluruh nelayan di Indonesia,”katanya.
Melalui pertemuan perdana ini, menurut dia, selain SIPI ada pula terkait dengan alat penangkapan ikan, asuransi kapal, doking kapal, saran pendukung kapal, seperti pabrik es, kostur, maupun jembatan yang menjadi aktifitas para nelayan.
“Jadi di dalam tadi, DPRD akan menindaklanjuti dalam Kunjungan Kerja beberapa hari ke depan di pemerintah pusat. Kemarin kami sempat mengusulkan grai, tapi sejuah ini grai belum paten, khsususnya di Maluku Utara,”ungkapnya.
Bayangkan bajet yang dikelurkan nelayan untuk menyetor ke kas Negara untuk SIPI sebesar Rp 35 juta,”bahkan ada FMS-nya selama satu tahun sebesar Rp 6 juta, maupun kelayakan setiap bulan Rp 300 ribu,”terangnya.
Selama dikeluarkannya bajet dalam satu tahun sebesar Rp 60 juta sekian untuk melakukan penyetoran ke Negara. ”Dan setelah kami stor, Negara berikan kepada nelayan di Tidore apa, ini yang menjadi perdebatan dan kendala,”tambahnya.
Kemudian kapal yang memiliki kapasitas di atas 30 GT dengan memerlukan stok BBM yang sangat tinggi bagi nelayan sampai sejauh ini, belum terlayani secara merata sehingga nelayan terpaksa membelinya di luar Kota Tidore Kepulauan.
“Kalau bersama perizinan di Ternate sudah beberapa kali melakukan pertemuan, dan sampai saat ini sama saja, karena kebijakan ada di pemerintah pusat sehingga mereka tidak bisa berbuat banyak untuk menyikapi hal tersebut,”pungkasnya.
Kepada DPRD sebagai perpanjangan tangan dari nelayan, diharapkan mampu menjadi solusi ke depan dalam menyelesaikan sistem dalam pengurusan SIPI.
Wakil Ketua DPRD Kota Tidore Kepulauan, Mochtar Djumati, dalam kesempatannya menjelaskan bahwa selama ini menjadi persoalan nelayan adalah, terkait dengan kapal di atas 30 GT yang belum mendapatkan Izin Penangkapan Ikan.
“Entah dipersulit karena apa, dan biayanya sangat mahal. Ini bukan hanya tanggungjawab Pemerintah Pusat, akan tapi sebagai warga Kota Tidore Kepulauan DPRD mengambil langkah agar bisa dimudahkan, termasuk bagaimana mengukur kembali kapal-kapal nelayan, apakah kurang dari 30 GT atau lebih dari 30 GT, ”jelas Movos sapaan akrabnya.
Ketua NasDem Kota Tikep ini menilai, HSNI yang mewadahi kelompok nelayan di Maluku Utara mestinya bersuara, sehingga dapat membantu nelayan di Kota Tikep.
Dia membenarkan, di beberapa hari ke depan ini, DPRD akan melakukan Kuker ke luar daerah yang salah satunya adalah untuk membahas terkait persoalan yang dihadapi nelayan di Kota Tidore.
Ditanya presentasi DPRD dalam membawa persoalan nelayan Tidore ke pemerintah pusat nanti, Movos bilang, di tahun lalu, kami sempat bertemu dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan RI bersama Kadis Perikanan saat itu, yang ditanyakan adalah tentang Surat Izin Penangkapan Ikan, tapi mereka mengatakan izin tersebut melalui online dengan tujuan mempermudah nelayan, namun dalam praktek lapangan tidak begitu yang diharapkan.
“Makanya ini penting diluruskan. Untuk itu, kami meminta kepada KKP untuk membuat grai nelayan di Tidore. Pemerintah Provinsi sebagai perpanjangan tangan dari Pemerintah pusat, kalau boleh buat grai di setiap Kabupaten/Kota agar mereka tidak usah pergi pulang Jakarta,”ujarnya. (@b)