TIDORE – Solidaritas dan kepedulian melampaui batas profesi. Dalam dua hari, puluhan wartawan yang tergabung dalam Komunitas Wartawan Tidore Kepulauan (Kwatak) berhasil mengumpulkan donasi untuk keluarga Sahril Helmi, jurnalis Metro TV kontributor Maluku Utara yang meninggal dalam tragedi speedboat Basarnas di perairan Gita, Tidore Kepulauan.
Tragedi itu terjadi pada Minggu, 2 Februari 2025, saat speedboat RIB 04 milik Basarnas Ternate terbalik dalam operasi SAR. Duka mendalam menyelimuti dunia jurnalistik Maluku Utara, terutama di kalangan rekan-rekan seprofesi yang selama ini berbagi medan liputan dengan almarhum.
Sejak Kamis (13/2) hingga Jumat (14/2), wartawan Kwatak turun ke lapangan, menggalang dana dari Kantor Wali Kota hingga DPRD Kota Tidore Kepulauan. Hasilnya, solidaritas ini berhasil mengumpulkan donasi sebesar Rp7.130.000, sebuah bukti bahwa kemanusiaan masih menjadi nilai utama dalam profesi jurnalistik.
Wali Kota Tidore Kepulauan, Capt. Ali Ibrahim, turut memberikan apresiasi atas aksi solidaritas ini. “Misi kemanusiaan yang dilakukan Kwatak ini semoga menjadi ladang pahala dan bermanfaat bagi keluarga almarhum,” ungkapnya.
Pada Sabtu (15/2/2025), perwakilan Kwatak bertolak ke Desa Bisui, Kecamatan Gane Timur Tengah, Halmahera Selatan untuk menyerahkan sumbangan secara langsung kepada keluarga almarhum. Ketua Kwatak, Suratmin Idrus, menyebut bahwa donasi ini adalah wujud kepedulian sekaligus penghormatan terakhir bagi Sahril Helmi.
“Alhamdulillah, dana yang kami kumpulkan sudah diserahkan langsung kepada orang tua dan saudara almarhum. Ini adalah bentuk solidaritas dari teman-teman seprofesi di Tidore,” ujar Suratmin.
Yunita Kadir, Wakil Bendahara Kwatak, menambahkan bahwa sumbangan ini diharapkan bisa sedikit meringankan beban keluarga. “Santunan ini bukan hanya soal nominal, tapi juga tentang rasa kebersamaan dan kepedulian. Almarhum bukan hanya rekan kerja, tapi juga saudara bagi kami semua,” katanya.
Lebih dari sekadar bantuan materi, aksi ini menegaskan bahwa di balik berita yang mereka laporkan setiap hari, para jurnalis juga memiliki sisi humanis yang erat. “Kwatak bukan sekadar komunitas, tetapi keluarga. Semoga solidaritas seperti ini terus terjaga,” pungkas Suratmin.(@b)