TIDORE – Dari balik dinding sederhana Penginapan Visal, di jantung Kelurahan Gamtufkange, gaung komitmen itu terdengar lantang: Kota Tidore Kepulauan harus bersih dari narkoba. Hari ini, sejarah dicatat. Sebuah ikhtiar kolektif diluncurkan, bukan hanya oleh institusi negara, tapi oleh simpul-simpul kesadaran yang telah lama tumbuh di tanah para santri.
Kombes Pol. M. Fadris Sangun Ratu Lana, Kepala BNN Kota Tidore Kepulauan, berdiri tegap saat mencanangkan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM). Seremoni yang sederhana, namun sarat makna, menjadi awal dari perjalanan panjang untuk membangun lembaga yang tak sekadar bekerja, tapi mengabdi sepenuh hati.
“Hari ini adalah hari kita merapatkan barisan,” ucap Kepala BNNP Maluku Utara, Brigjen Pol. Budi Mulyanto, saat memberi sambutannya.
Kata-katanya bukan retorika kosong. Ia hadir bukan hanya sebagai pejabat tinggi, tapi sebagai seorang sahabat perjuangan, menggenggam erat tangan Kepala BNN Kota, bersandar pada tekad yang sama: membebaskan Tidore dari bayang-bayang narkotika.
Satu Meja, Satu Komitmen
Rapat koordinasi bertajuk Pengemban dan Pembinaan Kabupaten/Kota Tanggap Ancaman Narkoba (KOTAN) itu dihadiri oleh para pemangku kepentingan strategis. Dari Wali Kota Muhammad Sinen yang akrab disapa Ayah Erik hingga Ketua DPRD, Dandim 1505/Tidore, Kapolresta, Kepala Kejaksaan, Ketua Pengadilan, hingga para pimpinan OPD. Tak ketinggalan, elemen pengadilan agama juga hadir, menunjukkan bahwa bahu membahu melawan narkoba bukan urusan sektoral, tapi moral.
Dalam pernyataan terbukanya, Ayah Erik menunjukkan sisi lain seorang kepala daerah. Bukan sekadar pejabat formal, tetapi seorang ayah bagi warganya. “Saya senang dipanggil Ayah Erik,” kata Budi Mulyanto menirukan. “Dan itulah wujud pemimpin yang turun ke bawah, yang tidak menciptakan jarak dengan rakyatnya.”
Bahaya yang Bermutasi
Tak lagi dalam bentuk konvensional, ancaman narkoba kini menjelma dalam rupa-rupa yang jauh lebih canggih. Game online, platform digital, hingga jalur-jalur baru penyebaran narkoba menjadi catatan penting dalam pemaparan Budi. “Ini bukan lagi soal sabu atau ganja. Ini soal sistem yang menjerat,” tegasnya. Maka kolaborasi adalah harga mati.
Prevalensi penyalahgunaan narkoba di Maluku Utara yang tercatat 0,1 persen—meski terkesan kecil—tidak boleh membuat kita lengah. “Kita belum bisa tidur. Kolaborasi lintas sektor dan masyarakat harus terus ditingkatkan,” ujar Budi dengan nada waspada.
Kota Santri Harus Jadi Tembok Terdepan
Tidore dikenal sebagai kota santri. Sebuah identitas yang bukan hanya kultural, tapi spiritual. Maka ketika narkoba menggerogoti sendi-sendi masyarakat, perjuangan untuk melawannya bukan sekadar kebijakan teknokratik, tetapi jihad sosial. “Kita harus usir para bandar dan pengedar dari kota ini. Jaga imun masyarakat, jaga ketahanan keluarga,” pesan Budi lantang.
Integritas, Pondasi Perubahan
Apa yang dicanangkan hari ini bukan janji kosong. Pembangunan zona integritas adalah sebuah deklarasi bahwa birokrasi bukan alat kuasa, melainkan jalan pengabdian. “Ini soal melayani, bukan dilayani. Soal akhlak birokrasi,” ucap Fadris dengan penuh keyakinan.
Langit Gamtufkange siang itu cerah, seperti membuka lembaran baru. Bukan hanya lembar kerja, tapi lembar komitmen. Dari Tidore, sebuah pesan dikirim ke seluruh Maluku Utara: perang melawan narkoba bukan hanya bisa dimenangkan, tapi harus dimenangkan bersama. (@b)