Jalan Kaki, Jiwa Alam, dan Jiwa Pemimpin: Cara Muhammad Abubakar Menjalani Tugas di BPBD Tidore

oleh -263 Dilihat
oleh

TIDORE – Pagi masih basah oleh embun, ketika seorang pria berjaket dinas sederhana berjalan menyusuri jalanan Kota Tidore Kepulauan. Tanpa pengawalan. Tanpa mobil dinas. Hanya langkah-langkah tenang dan ritme napas yang seolah menyatu dengan semangat hari baru. Pria itu adalah Muhammad Abubakar, atau yang lebih akrab disapa M.A. Kepala Pelaksana BPBD Kota Tidore Kepulauan.

Setiap pagi, dari rumahnya di Kelurahan Cobodoe, Kecamatan Tidore Timur, ia berjalan kaki menuju kantornya. Sekitar empat kilometer ia tempuh dengan tekun. Bukan karena kendaraan dinas tak tersedia mobil itu ada di garasi kantor, siap digunakan kapan saja. Tapi karena ia percaya: “Di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat,” katanya, ketika ditemui di halaman kantor BPBD, setelah apel pagi. “Tubuh ini perlu digerakkan, dan saya memilih jalan kaki karena itu juga olahraga.”

Tidak ada seremoni. Tidak ada klaim prestasi. Yang ada hanya kebiasaan sederhana yang menyimpan filosofi dalam: gerak adalah bentuk syukur, dan tubuh yang digerakkan adalah tubuh yang siap untuk melayani.

Setiap pagi pula, M.A. memimpin apel. Bukan sekadar baris-berbaris, melainkan ruang untuk menyampaikan nilai. Dalam pidatonya yang tenang, namun berakar kuat pada pengalaman dan refleksi, ia selalu mengingatkan pentingnya menjaga alam. “Kerusakan di darat maupun di laut ini akibat dari ulah tangan manusia,” ujarnya di hadapan stafnya pagi itu. “Kita perlu menjiwai jiwa alam itu sendiri.”

Ada kesadaran ekologis yang mendalam dalam setiap kalimatnya. Kesadaran bahwa bencana bukan hanya datang dari gejala alam, tapi juga dari kelalaian manusia. Karena itu, ia menekankan pentingnya hubungan tiga arah: manusia dengan manusia, manusia dengan alam, dan manusia dengan Tuhan.

“Zaharal fasādu fil-barri wal-baḥri bimā kasabat aydin-nās,” ia mengutip penggalan ayat dari Al-Qur’an. Kerusakan telah tampak di darat dan laut karena perbuatan tangan manusia. Sebuah peringatan spiritual yang ia sematkan sebagai kompas moral dalam menjalankan tugas di Badan Penanggulangan Bencana Daerah.

Gaya kepemimpinan M.A. tidak mencolok. Ia tidak banyak tampil di depan kamera. Tapi sikapnya yang konsisten, tindakannya yang menyatu antara ucapan dan laku, menjadikannya figur yang dihormati oleh anak buahnya. Seorang staf BPBD yang enggan disebut namanya menyebut: “Pak M.A. itu pemimpin yang hidup dalam diam. Tapi setiap tindakannya mengandung pesan.”

Dalam sebuah era di mana jabatan seringkali dijadikan panggung, M.A. justru memilih jalan kaki secara harfiah maupun simbolik. Ia tidak mempercepat langkahnya untuk mengejar sorotan, melainkan menapak perlahan, menyentuh tanah yang sama yang dilalui warga kota yang ia lindungi dari bencana.

Ia tahu bahwa dalam setiap langkah, ada nilai. Dan dalam setiap nilai, ada kekuatan untuk membentuk budaya kerja yang berakar pada kesadaran, bukan hanya aturan. Barangkali di situlah letak kekuatan seorang Muhammad Abubakar: bukan pada instruksi yang keras, tapi pada keteladanan yang konsisten.

Dan setiap pagi, saat matahari baru saja terbit di ufuk Tidore, kita tahu bahwa ada seorang pria yang diam-diam melangkah menjaga alam, menjaga jiwa, dan menjaga nilai-nilai yang tak selalu bisa dilihat oleh mata, tapi bisa dirasakan oleh hati. (Red)

No More Posts Available.

No more pages to load.