DPRD Kota Tidore Kepulauan Soroti Progres Pembentukan Koperasi Merah Putih

oleh -208 Dilihat
oleh

TIDORE – Ruang rapat DPRD Kota Tidore Kepulauan, Selasa pagi (27/5/2025), menjadi saksi pertemuan lintas komisi yang tak biasa. Pukul 09.00 WIT, Wakil Ketua DPRD Ridwan M. Yamin membuka rapat kerja yang mempertemukan Komisi I dan II dengan para pemangku kepentingan lintas dinas: Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM; Dinas PMD; Dinas Pertanian; Dinas Perikanan; Dinas Ketahanan Pangan; hingga Dinas Kesehatan. Mereka duduk bersama, membedah satu isu strategis: pembentukan Koperasi Merah Putih di desa dan kelurahan se-Kota Tidore Kepulauan.

Rapat ini bukan sekadar urusan administratif. Ini adalah respons konkret DPRD atas Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2025 tentang percepatan pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih program prioritas pemerintahan Presiden Prabowo Subianto yang menargetkan 80.000 koperasi aktif sebagai motor ekonomi desa.

Di Tidore, proses itu sudah berjalan. “Dari 46 desa, sudah kita jangkau untuk pembentukan koperasi. Sisanya masih dalam tahap pendekatan,” ungkap salah satu perwakilan dinas, menggarisbawahi bahwa pencapaian ini belum bebas dari rintangan. Kekurangan SDM yang paham tata kelola koperasi serta terbatasnya anggaran menjadi hambatan utama. Pemerintah daerah juga masih menunggu petunjuk teknis dan skema anggaran dari pusat untuk melangkah lebih jauh.

DPRD Mengawasi dan Mendesak

Wakil Ketua Komisi II, Yusuf Bahta yang memandu jalannya rapat, menyampaikan bahwa DPRD menghargai langkah-langkah yang telah diambil pemerintah daerah. Namun, apresiasi itu tak menghalangi kritik dan pengawasan yang tajam.

“Kami mendorong pemerintah daerah untuk memastikan semua proses pembentukan koperasi ini tidak sekadar simbolik. Harus sesuai regulasi, harus berdampak nyata. Jangan sampai hanya jadi formalitas mengejar target nasional,” tegas salah satu anggota Komisi I.

Sorotan lain datang dari aspek penganggaran. DPRD mempertanyakan kebijakan yang mensyaratkan pengajuan dana desa wajib diarahkan untuk koperasi Merah Putih. Menurut mereka, kebutuhan tiap desa tak bisa diseragamkan. “Pemerintah harus mempertimbangkan kebutuhan mendesak lainnya. Tidak semua desa punya kesiapan yang sama,” ujar anggota lain, menekankan perlunya fleksibilitas dan analisis konteks lokal.

Pertemuan ini menggarisbawahi pentingnya sinergi lintas sektor. Instruksi Presiden memang mengamanatkan langkah terkoordinasi dan terintegrasi. Tapi tanpa kejelasan teknis dari pusat dan dukungan nyata di daerah, koperasi Merah Putih terancam menjadi proyek ambisius yang kehilangan akar di masyarakat.

Sebagaimana kerap terjadi dalam banyak program nasional, persoalan bukan pada niat, tetapi pada pelaksanaan. Di ruang rapat itu, harapan dan kekhawatiran bersanding erat. Koperasi Merah Putih bukan sekadar entitas ekonomi. Ia adalah simbol: tentang keberpihakan pada desa, pada rakyat kecil, dan pada cita-cita kemerdekaan ekonomi.

Kini bola ada di tangan eksekutif. Apakah pemerintah daerah mampu menjadikan koperasi sebagai alat emansipasi ekonomi ataukah hanya sebagai laporan progres yang menumpuk di meja birokrasi? Waktu dan komitmen akan menjawabnya.(Red)

No More Posts Available.

No more pages to load.