TIDORE — Dari sebuah sudut tenang di Desa Lola, Kecamatan Oba Tengah, kisah kecil tapi bermakna tentang keteguhan terhadap pendidikan muncul dari Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) 4 Tidore. Sekolah yang berada di bawah naungan Kementerian Agama Republik Indonesia ini tak hanya berhasil mencatat kelulusan 100 persen pada tahun ajaran 2024/2025, tetapi juga menunjukkan bahwa kesetiaan pada pendidikan sering kali lahir dari kerja senyap yang tidak masuk dalam laporan nasional.
“Sekalipun kami di desa, untuk sekolah di sini anak-anak kami antar jemput,” ujar Gamaria Sadiki, S.Ag, Kepala MTsN 4 Tidore, dengan nada tenang namun sarat makna. Ia berbicara di sela aktivitas di kantor kecilnya, yang terletak di antara jalan berkerikil dan pohon-pohon rindang. “Siswa kami datang dari beberapa desa, seperti Talasi dan Tauno. Mereka jauh, dan kalau tidak kami bantu antar jemput, banyak yang akhirnya memilih berhenti sekolah.”
Kelulusan tahun ini diumumkan langsung oleh Abd. Gafur Abu Bakar, S.Pd, senin, 2/6 dan selaku Ketua Panitia Ujian/Asesmen. Sebanyak 23 siswa kelas IX mengikuti ujian, terdiri dari 8 laki-laki dan 15 perempuan. Seluruhnya dinyatakan lulus.
Angka ini bukan hanya statistik, tetapi wajah-wajah muda yang dengan segala keterbatasan tetap datang ke sekolah sering kali dengan pakaian yang basah karena hujan, atau sepatu yang penuh debu.
“Ini bukan prestasi kami sendiri. Ini kerja bersama. Dari guru-guru, orang tua, dan anak-anak sendiri yang tetap semangat meski harus berangkat pagi-pagi dan pulang sore melewati jalanan yang tidak mudah,” tutur Gamaria.
Ia menambahkan, pihak madrasah berharap MTsN 4 Tidore bisa menjadi prioritas pilihan bagi lulusan sekolah dasar di wilayah sekitarnya. Bukan karena kedekatan jarak semata, tapi karena madrasah ini telah membuktikan diri sebagai ruang aman dan layak untuk tumbuh dan belajar. “Kami ingin anak-anak di pelosok punya kesempatan yang sama untuk masa depan yang lebih baik,” ucapnya.
Gambaran tentang MTsN 4 Tidore adalah potret kecil dari wajah pendidikan di wilayah-wilayah pinggir. Di tempat seperti ini, sekolah bukan sekadar bangunan, ia adalah bukti bahwa harapan bisa bertahan bahkan di tengah segala kekurangan.
Dan di desa yang kerap luput dari peta besar itu, pendidikan terus berjalan, meski dengan langkah-langkah kecil, namun penuh makna. (AA)