Komisi III DPRD Tidore Dorong Penguatan Mitigasi Bencana Bersama BPBD dan FPRB

oleh -168 Dilihat
oleh

Tidore — Komitmen memperkuat mitigasi bencana kembali menjadi sorotan utama dalam rapat kerja Komisi III DPRD Kota Tidore Kepulauan bersama Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB). Pertemuan yang berlangsung di Ruang Rapat Ciriliyati II, Kantor DPRD Tidore, itu menjadi ruang penting untuk menata arah kebijakan mitigasi yang lebih konkret dan berkelanjutan di wilayah kepulauan yang rawan terhadap berbagai ancaman bencana.

Ketua Komisi III, Ardiansyah Fauji, menegaskan bahwa lembaganya akan terus berada di garis depan memperkuat kesiapsiagaan masyarakat. Menurutnya, kerja mitigasi tidak cukup berhenti pada penanganan setelah bencana, melainkan harus dimulai dari pencegahan dini yang terukur dan partisipatif.

“Komisi III berharap BPBD mampu menjadi garda terdepan dalam upaya bersama mewujudkan Kota Tidore Kepulauan yang aman, nyaman, dan ramah bagi semua,” ujar Ardiansyah.

 

Ia menambahkan, mitigasi dini adalah kunci utama dalam meminimalkan dampak bencana. “Yang paling penting bukan sekadar bertindak setelah bencana terjadi, tetapi bagaimana kita memperkecil hambatan dan tantangan sejak awal,” katanya.

Sikap tegas Ardiansyah itu sejalan dengan pandangan Kepala Pelaksana BPBD Kota Tidore Kepulauan, Muhammad Abubakar, yang akrab disapa Memet. Dalam pandangannya, penanggulangan bencana adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat.

“Bencana adalah urusan bersama. Jika kita menjaga alam, maka alam akan menjaga kita,” tegas Memet, yang dikenal dengan pendekatan humanis dalam setiap kebijakan BPBD.

 

Ia menuturkan, prinsip kerja BPBD Tidore berpijak pada nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan sosial. “Insya Allah, dengan kebersamaan dan doa, kota ini akan terhindar dari bencana,” imbuhnya.

Lebih jauh, Memet memaparkan bahwa pengelolaan risiko bencana di Tidore harus berlandaskan prinsip inklusivitas, keadilan, dan partisipasi publik. BPBD, katanya, menekankan pentingnya kemitraan lintas sektor, keberpihakan pada kelompok rentan, serta penguatan otonomi daerah dalam tata kelola kebencanaan.

Sementara itu, Kabid Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD, Suryani Abdullah, menyoroti sejumlah kendala yang dihadapi lembaganya dalam melaksanakan program prioritas tahun 2025. Salah satunya adalah keterbatasan anggaran yang menghambat penyusunan dokumen strategis, seperti Kajian Risiko Bencana (KRB), Rencana Penanggulangan Bencana (RPB), dan Rencana Kontingensi (Renkon).

“Tidore memiliki 10 jenis ancaman yang tercatat dalam KRB, namun saat ini BPBD baru menyusun satu Renkon, yaitu Renkon Gempa Bumi. Padahal wilayah ini juga rawan banjir, longsor, cuaca ekstrem, dan banjir rob,” jelas Suryani.

 

Ia menambahkan bahwa tanpa dokumen-dokumen tersebut, BPBD sulit mengakses dukungan anggaran mitigasi dari BNPB. “KRB dan RPB ini adalah kiblat kerja BPBD. Tanpa itu, kita akan sulit bergerak maksimal,” ujarnya.

Selain soal dokumen, Suryani juga menekankan pentingnya edukasi publik dan sosialisasi mitigasi sejak dini, terutama di lingkungan sekolah. “Ancaman bencana hidrometeorologi semakin nyata. Karena itu, pembekalan dan sosialisasi harus menjadi bagian dari budaya lokal kita,” tambahnya.

Dalam forum yang sama, anggota Komisi III Risky meminta agar BPBD dan FPRB segera menyusun roadmap penguatan kelembagaan dan program lintas sektor agar sinergi kebencanaan semakin solid.

Rapat kemudian ditutup dengan kesepakatan bersama: memperkuat koordinasi dan sinergi antara DPRD, BPBD, dan FPRB dalam membangun sistem mitigasi yang tangguh dan berkelanjutan. Semua pihak sepakat, penanggulangan bencana bukan hanya tugas pemerintah, melainkan tanggung jawab moral seluruh elemen masyarakat Tidore.(@b)

<

No More Posts Available.

No more pages to load.