SOFIFI — Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Maluku Utara menegaskan perusahaan wajib membayar Tunjangan Hari Raya (THR) Natal kepada pekerja beragama Nasrani. Kewajiban ini bersifat mengikat dan tidak dapat ditawar.
Kepala Bidang Pengawasan Ketenagakerjaan dan K3 Disnakertrans Malut, Nirwan Turuy, menegaskan bahwa THR merupakan hak normatif pekerja yang diatur jelas dalam peraturan perundang-undangan.
“Setiap pekerja berhak menerima THR satu kali dalam setahun sesuai hari raya keagamaannya, termasuk Natal. Ini kewajiban perusahaan, bukan pilihan,” kata Nirwan, Senin, 15 Desember.
Menurut Nirwan, meski tidak ada surat edaran khusus THR Natal, ketentuan pembayaran THR telah diatur dalam Permenaker Nomor 6 Tahun 2016. Aturan tersebut mewajibkan pengusaha membayar THR kepada pekerja dengan status PKWTT maupun PKWT yang telah bekerja minimal satu bulan secara terus-menerus.
Disnakertrans menegaskan tidak ada alasan bagi perusahaan untuk menghindari kewajiban tersebut. Perusahaan yang lalai atau menunda pembayaran THR akan dikenai sanksi sesuai ketentuan hukum.
Batas waktu pembayaran THR ditetapkan paling lambat tujuh hari sebelum hari raya. Ketentuan ini mengacu pada UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, yang mengatur denda sebesar 5 persen dari total THR bagi perusahaan yang terlambat membayar.
Disnakertrans Malut juga membuka ruang pengaduan bagi pekerja yang tidak menerima THR. Laporan dapat disampaikan ke Disnaker kabupaten/kota maupun ke Disnakertrans provinsi.
“Kami siap menindaklanjuti setiap laporan dengan klarifikasi langsung ke perusahaan. Tidak ada toleransi bagi pelanggaran hak pekerja,” ujar Nirwan.
Ia menegaskan, pembayaran THR merupakan bentuk penghormatan terhadap hak pekerja berdasarkan agama dan keyakinan. “THR adalah hak pekerja. Perusahaan yang melanggar siap berhadapan dengan sanksi,” kata Nirwan. (@b)














