Ternate- Tekanan fiskal akibat pemangkasan dana transfer ke daerah (TKD) menjadi isu utama yang mengemuka dalam Forum Kepala Daerah se-Maluku Utara. Forum yang digelar Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Maluku Utara di Hotel Bela, Ternate, Selasa (17/12/2025), menjadi ruang strategis bagi pemerintah provinsi dan kabupaten/kota untuk menyatukan langkah pembangunan di tengah lonjakan pertumbuhan ekonomi daerah.
Sejumlah kepala daerah memanfaatkan forum tersebut untuk menyampaikan kondisi riil yang dihadapi di wilayah masing-masing, terutama dampak langsung pemotongan anggaran terhadap pelayanan publik dan pembangunan infrastruktur.
Wakil Bupati Halmahera Barat mengungkapkan, daerahnya mengalami pemangkasan TKD sebesar Rp203,9 miliar, dengan dana alokasi umum (DAU) yang terpangkas mencapai Rp91 miliar. Kondisi ini, menurutnya, berimbas pada pelayanan rutin pemerintah daerah hingga pemerintah desa.
“Pada posisi ini, pembangunan infrastruktur fisik menjadi cukup sulit. Karena itu kami membutuhkan perhatian dan intervensi penuh dari pemerintah provinsi,” ujarnya.
Meski demikian, ia tetap mengapresiasi capaian 10 bulan kepemimpinan Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku Utara, terutama berbagai program yang menyentuh langsung masyarakat seperti bantuan sosial, pendidikan, kesehatan, penanganan permukiman kumuh, perikanan, hingga listrik. Namun ia menegaskan, kebutuhan pembangunan di Halmahera Barat masih sangat besar.
Dalam forum tersebut, Wakil Bupati Halmahera Barat juga menyoroti sejumlah wilayah yang masih terisolasi akibat keterbatasan akses transportasi darat. Selain ruas jalan Sidangoli–Jailolo yang sudah dilaksanakan, masih terdapat daerah seperti Loloda, akses Going–Kotala, serta wilayah Roko menuju desa-desa perbatasan dengan Halmahera Utara yang membutuhkan perhatian serius.
Persoalan infrastruktur juga disampaikan Wakil Bupati Kepulauan Sula, M. Saleh Marasabessy. Ia mengingatkan bahwa pembangunan jalan provinsi di Pulau Mangoli dan Moldufa hingga Kabau belum tuntas, dengan pembangunan terakhir tercatat pada tahun 2014.
Tak hanya itu, Saleh turut menyoroti besarnya potensi sektor perikanan Kepulauan Sula yang belum dikelola optimal. Ia menilai, lemahnya pengelolaan membuat komoditas perikanan justru “hilang” dan tidak memberikan nilai tambah bagi daerah.
“Potensi kita sangat besar. Kita punya sekitar 200 rumpon di laut. Ikan momar saja, di luar tuna dan cakalang, bisa mencapai 400 ton per bulan. Tapi ini hilang melalui transaksi di laut, dibeli hanya Rp2.500 per kilogram. Ini jelas merugikan daerah,” ucapnya.
Menanggapi berbagai masukan tersebut, Gubernur Maluku Utara Sherly Tjoanda menyampaikan bahwa Pemerintah Provinsi juga menghadapi tekanan fiskal yang cukup berat. Pemprov Maluku Utara tercatat mengalami pemotongan TKD lebih dari Rp700 miliar.
Meski demikian, Gubernur menegaskan komitmen pemerintah provinsi untuk tetap mendorong pembangunan infrastruktur di kabupaten dan kota tidak akan surut. Berbagai langkah efisiensi dilakukan agar anggaran yang tersedia benar-benar tepat sasaran dan tidak terjadi pemborosan.
Sebagai bagian dari upaya tersebut, Pemprov Maluku Utara melibatkan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam melakukan rasionalisasi anggaran, termasuk penyesuaian harga perkiraan sendiri (HPS).
“Kami berkoordinasi dengan BPKP untuk melakukan rasionalisasi HPS, bisa turun hingga 30 persen tanpa menghapus daftar kegiatan. Kami menyadari kebutuhan 10 kabupaten/kota masih sangat banyak. Dengan segala keterbatasan, kami berupaya mengoptimalkan anggaran semaksimal mungkin,” ujar Sherly.(**)















