Nurul Asnawia: Serap Aspirasi, Rangkai Harapan, dan Temukan Makna Perwakilan yang Substantif

oleh -962 Dilihat
oleh

TIDORE –  anggota DPRD Kota Tidore Kepulauan, Nurul Asnawia, hadir di tengah konstituennya, tidak sekadar menunaikan kewajiban formal, tapi menjalani sebuah proses yang personal dan politis sekaligus: mendengarkan.

Reses masa persidangan ke-2 tahun ini ia lalui dengan menghadirkan ruang temu di tiga titik Dapil III: Kelurahan Rum, Tuguiha, dan Mareku. Namun yang menarik, Mareku punya cerita berbeda. Di sana, suara-suara muda diberi panggung bukan hanya untuk bicara, tapi untuk merasa diakui sebagai bagian dari perjalanan demokrasi yang seringkali terasa jauh.

“Reses bukanlah sekadar seremoni,” tegas politisi PDIP itu. Ucapannya pelan, tapi terasa dalam. “Ia adalah jembatan agar saya, yang duduk di kursi legislatif, tak melayang dari kenyataan. Bahwa peran saya dititipkan oleh masyarakat. Maka saya harus terus menyimak, bertanya, dan menyerap,” lanjutnya.

Nurul tidak membawa janji. Ia membawa niat, dan kesediaan untuk mendengar. “Saya tak ingin aspirasi hanya berujung di ruang arsip,” katanya. “Apa yang disampaikan, akan saya kawal. Saya ingin memastikan bahwa program yang lahir bukan program pragmatis, yang hanya menyasar kelompok terbatas dan tak menjawab kebutuhan sesungguhnya.”

Dan dalam ruang diskusi bersama para pemuda Mareku, Nurul memilih tidak duduk sebagai politisi. Ia hadir sebagai kawan sebaya, sebagai generasi yang tumbuh bersama keresahan dan harapan yang sama. “Saya ingin menjadi representasi generasi muda yang substantif. Bukan hanya simbol. Kita sudah terlalu sering dijadikan hiasan dalam politik, tapi jarang benar-benar dilibatkan.”

Ia tahu betul, suara anak muda tak selamanya lantang kadang hanya bisik, kadang cuma tatapan. Tapi itu semua adalah aspirasi yang butuh ruang dan waktu untuk diartikulasikan. “Dengan dialog seperti ini, saya berharap bisa menangkap denyut harapan pemuda di Dapil III. Karena saya percaya, perubahan tidak datang dari satu suara, tapi dari keberanian untuk mendengarkan dan bergerak bersama.”

Reses bukan akhir dari proses. Ia adalah pintu masuk menuju keterlibatan yang lebih jujur dan bermakna. Dan di Tidore, Nurul Asnawia mencoba merawat pintu itu tetap terbuka bagi semua yang ingin bicara, berharap, dan memperjuangkan sesuatu yang lebih besar dari dirinya sendiri.

Reses ini berlangsung dari 25 hingga 28 April. Tapi bagi Nurul, waktu itu hanyalah kerangka. Yang utama adalah pesan yang dibawa pulang: bahwa politik bukan sekadar kekuasaan, tapi keberanian untuk bersetia pada suara rakyat. (@b)

No More Posts Available.

No more pages to load.