Merah Putih Berkibar di Pedalaman: Haru 80 Tahun Indonesia di Tengah Suku Togutil

oleh -41 Dilihat
oleh

Tvonlinetidore.net- Di sebuah pagi yang tenang, 17 Agustus 2025, langit pedalaman Halmahera menjadi saksi bisu. Di tepi sungai belakang Desa Woda, Kecamatan Oba, Kota Tidore Kepulauan, bendera Merah Putih berkibar gagah. Tak sekadar upacara rutin, melainkan perayaan istimewa: 80 tahun Indonesia merdeka dirayakan bersama saudara-saudara kita dari Suku Togutil, atau yang dikenal pula sebagai Tobelo Dalam.

Untuk sampai ke titik ini, perjalanan panjang ditempuh. Tim BMH Maluku Utara berangkat dua hari sebelumnya, 15 Agustus. Dari Ternate mereka menyeberang dengan kapal feri ke Sofifi, lalu melanjutkan perjalanan darat ke pedalaman Oba. Bekal sederhana, semangat besar. Semuanya demi sebuah misi mulia: memastikan gema kemerdekaan juga dirasakan oleh mereka yang hidup jauh di hutan, jauh dari hiruk pikuk kota.

Ketika matahari mulai naik, satu per satu warga Togutil muncul dari hutan. Ada yang berjalan beriringan menggandeng anak, ada yang memikul barang seadanya. Sekitar 70 orang mereka datang, sebagian rela berjalan kaki hingga dua hari lamanya. Mereka ingin ikut merasakan detik-detik pengibaran bendera di usia ke-80 republik ini.

Suasana pun larut dalam haru. Lagu kebangsaan Indonesia Raya menggema lantang, dinyanyikan bersama-sama oleh warga Togutil dan sekitar 50 warga kampung. Air mata menetes, bukan karena duka, melainkan karena bahagia yang sulit terucap. Sesaat, jarak antara hutan dan kota lenyap. Mereka berdiri sejajar, sama-sama anak bangsa.

Upacara sederhana ini terselenggara berkat sinergi banyak pihak: BMH Maluku Utara, Koramil 1505-04/Oba, Polsek Oba melalui Bhabinkamtibmas Desa Woda, Bripka Muhamad Hamka Sukiman, juga Polhut Resort Tayawi Taman Nasional Aketajawe Lolobata. Hadir pula relawan dari Taman Baca Mesure Desa Bale Hijrah dan Gerakan Sedekah Alif Ternate.

Bripka Hamka memimpin barisan sebagai Komandan Upacara, sementara Babinsa Desa Woda, Serma Habibi, bertindak sebagai Pembina Upacara. Dalam amanatnya, Habibi menyampaikan pesan sederhana namun mendalam: “Jangan pernah membeda-bedakan antara masyarakat suku yang tinggal di hutan dengan masyarakat kampung. Mereka semua adalah warga negara Indonesia yang memiliki hak yang sama.”

Pesan itu terasa mengakar di hati. Bahwa kemerdekaan tak boleh berhenti di kota-kota besar. Ia harus menembus batas, hingga ke pelosok yang jarang tersentuh.

Usai upacara, keceriaan berlanjut dengan lomba 17-an. Ada tiga jenis lomba: untuk warga Togutil, untuk kebersamaan antara Togutil dan warga kampung, serta khusus anak-anak kampung. Tawa pecah, sorak riuh terdengar. Hari itu, persaudaraan tak lagi sekadar kata.

Sebagai penutup, BMH menyalurkan paket sembako dan pakaian layak pakai. Bukan jumlahnya yang penting, tetapi makna dari berbagi: bahwa kemerdekaan berarti hadir dan memberi arti bagi sesama.

Hari itu, Merah Putih berkibar bukan hanya di tiang bambu yang ditegakkan di pedalaman Halmahera. Ia berkibar di hati setiap orang yang hadir. Di hati warga Togutil yang merasakan pelukan republik, di hati warga kampung yang merasakan persaudaraan, dan di hati kita semua yang percaya: kemerdekaan adalah milik bersama. Dari kota hingga pedalaman, dari laut hingga hutan Indonesia adalah kita semua.(@b)

<

No More Posts Available.

No more pages to load.