Cerita Alwiyah Difinubun, Ibu Almarhumah Siti Airah Wael yang Meninggal di Tempat Pengungsian

oleh -226 Dilihat
oleh

SBB – Alwiyah Difinubun (30) ibu dari almarhumah Siti Airah Wael, Batita 2,8 tahun yang meninggal di pegungsian, menyatakan alasan dirinya menolak bantuan penangan medis yang ditawarkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), karena trauma akibat Gempa Bumi bermagnitudo 6,5 SR maupun gempa susulan yang terjadi terus-menerus selama beberapa minggu lalu

“Dokter dan Bidan dari Puskesmas sempat kaget lihat Dia (almarhum Siti Airah) punya kondisi badan jatuh (turun) lalu dong (mereka) priksa, buka baju dan foto rotgen, setelah itu dong tanya mau dirujuk ke RS Piru kah mau ke Dokter Anak di Ambon,” cerita Alwiyah saat ditemui media ini di lokasi pengungsian, SMA Muhammadiyah Kelapa Dua, Kecamatan Kairatu, pada Minggu, (13/10/2019).

Menanggapi tawaran tersebut, Alwiyah mengungkapkan bahwa penolakan tawaran itu lantara trauma akan Gempa Bumi susulan yang terjadi berkali-kali. “Tapi beta (saya) tolak, katong seng (kami tidak) mau karena keadaan alam seperti inikan, katong takut karena gempa, lalu beta tanda tangan (surat pernyataan) tolak, dong cuma bilang kalau Ibu sudah tolak, katong cuma bisa bale-bale par cek dia ( Siti Airah) pung kondisi saja,” ungkap Alwiah mengutip pernyataan para medis yang mengunjunginya di tenda itu.

Menurut Alwiyah dari, hasil pemeriksaan Dokter Puskesmas maupun Dokter Anak yang didatangkan dari Ambon, Almarhumah Siti Airah Wael mengalami kondisi gizi buruk. “Dokter dari Ambon datang lihat lagi dan analisanya memang seperti itu,” katanya.

Dikatakan, alasan penolakan selain trauma dengan kodisi gempa, alasan keuangan juga menjadi penyebab dirinya menolak. “Dong (dokter) sudah sayang katong, dong mau bantu karena katong seng ada BPJS, tapi beta tolak karena katong seng ada uang, katong keadaan seperti begini, tapi dokter juga sayang dong ada upaya untuk bantu, tapi beta takut sekali gempa talalu kuat, dan dia punya bapak seng ada, ada mancari di luar daerah,” jabar Alwiyah sambil terbata-bata menahan kesedihan.

Dari Informasi yang dihimpun keluarga Alwiyah, adalah keluarga yang kurang mampu, karena suaminya, Supardi Wael (27) bekerja sebagai Tukang Ojek, dan saat ini sedang menjadi Buruh Tani membantu naik cengkeh milik Petani lain di luar daerah.

Menurut keterangan Ibu korban, di saat-saat terakhir, Ia sempat ingin meminta suster untuk memberikan infus pada korban, pasalnya almarhumah sudah tidak mau makan lagi dari bubur dan susu yang di bawa bidan, yang diminum hanya susu, karena bubur kurang disukai.

“Biasa cuma makan dua sendok langsung dibuang,” tuturnya.

Ketidaknyamanan akan lingkungan pengungsian yang baru, memang sudah ditunjukkan oleh almarhumah Siti Airah Wael. Menurut pengakuan ibunya, saat di pengungsian barulah korban mulai menunjukkan gejalanya kurang makan.

“Dia seng suka disini, dia mau saja suruh katong pulang ke rumah, tapi katong takut karena rumah retak-retak dan katong rumah di pinggir pante,” ujar Alwiyah yang mengaku bahwa sebelumnya mereka mengungsi ke sebuah Walang yang tak jauh dari lokasi tendanya saat ini.

Dari Pengakuan Alwiyah juga, diketahui bahwa saat menghembuskan nafas terakhirnya Batita Siti Airah Wael tetap didampingi oleh tiga orang perawat dari Puskesmas Kairatu. Namun sangat disayangkan, bahwa keluarga dengan kemampuan ekonomi dibawah garis kemiskinan itu, tidak dijangkau oleh setuhan bantuan sosial maupun kesehatan seperti bantuan Keluarga Harapan PKH, maupun BPJS Kesehatan. Sehingga didugaan selama ini, batuan-bantuan tersebut tidak tepat sasaran dan hanya diperuntukan oleh orang terdekat dari oknum Kepala Desa maupun Kepala Dusun.

Reporter: Nicko Kastanja

No More Posts Available.

No more pages to load.