TERNATE – Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Rapublik Indonesia (PPPA-RI) bersama Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Maluku Utara (Malut) melaksanakan Bimbingan Teknis (Bimtek) dengan tema “Konvensi Hak Anak dan Sekolah Ramah Anak Bagi Pendidikan dan Tenaga Kependidikan di Provinsi Malut tahun 2019” di Hotel Grand Dafam, Ternate, Selasa, (15/10/2019).
Kegiatan yang berlangsung selama tiga hari, yakni pada tanggal 15 -17 Oktober 2019 itu diikuti oleh 100 orang peserta, tergabung dari sejumlah perwakilan peserta di kabupaten kota di Malut, yakni dinas Pendidikan, Kemenag, serta tenaga pengajar. Dan dibuka langsung Gubernur Malut Abdul Ghani Kasuba yang diwakili oleh Asisten II Umar Sangaji.
Gubernur dalam sambutannya, menyampaikan bahwa anak adalah generasi penerus bagi cita-cita perjuangan bangsa dan SDM di masa depan. Sekaligus
merupakan modal bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan.
Dikatakan, konvensi Hak Anak merupakan sebuah perjanjian hukum international dan telah menjadi sebuah perjanjian mengikat.
“Artinya ketika disepakati oleh suatu negara, maka negara tersebut akan terikat pada janji-janji yang ada didalamnya dan negara wajib untuk melaksanakannya. Hal ini juga berlaku di negara kita, sejak Indonesia meratifikasi konvensi hak anak di tahun 1990,” katanya.
Dijelaskan, untuk mengimplementasikan Konvensi Hak Anak tersebut, banyak hal yang telah dilakukan oleh pemerintah dengan sejumlah regulasi yang telah dikeluarkan pemerintah pusat. Seperti dikeluarkannya Undang Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak.
“Selain itu ada juga program yang namanya Sekolah Ramah Anak (SRA), yakni satuan pendidikan formal, Nonformal dan Informal yang aman, bersih dan sehat, peduli dan berbudaya lingkungan hidup, serta mampu menjamin, memenuhi, dan menghargai hak-hak anak serta perlindungan anak dari kekerasan, diskriminasi dan perlakuan lainya serta mendukung partisipasi anak tertuma dalam perencanaan, kebijakan, pembelajaran, pengawaasan pemenuhan hak dan perlindungan anak di bidang pendidikan,” jelasnya.
Dijelaskan pula, lahirnya sekolah Ramah Anak tidak terlepas dari adanya program untuk mengembangkan Kota Layak
Anak, karena di dalam Kota Layak Anak pemenuhan Hak anak, salah satunya melalui adanya Sekolah Ramah Anak. Dimana, memastikan bahwa satuan pendidikan mampu mengembangkan minat, bakat dan kemampuan anak serta mempersiapkan anak untuk bertanggung jawab kepada kehidupan yang toleran, saling menghormati, dan
bekerjasama untuk kemajuan dan semangat perdamaian.
Untuk dapat melaksanakan Konvensi Hak Anak dan Sekolah Ramah Anak dapat berjalan dengan baik, maka harus ditunjang dengan SDM yang handal. Karena itu, Bimbingan teknis dilaksanakan ini merupakan forum yang sangat penting.
“Bimtek ini bertujuan agar peserta memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang hak-hak anak, memiliki pengetahuan pencegahan dan penanganan angka kekerasan teradap anak, baik di rumah, masyarakat
maupun di lingkungan sekolah,” terngnya.
Sementara, Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak atas Pendidikan, Kreativitas, dan Budaya Kementerian PPPA, Elvi Hendrani ketika dikonfirmasi Tvonlinetidore.net, mengatakan, prioritas dari kegiatan ini adalah untuk menggugah komitmen Pemerintah Malut untuk melindungi seperti tiga dari hidup anak, yang di programkan melalui sekolah Rama Anak.
“Ini karena siswa di sekolah itu selama delapan jam berada di sekolah, jika dilihat dari 8 jam, maka mereka dalam kesehariannya itu banyak sekali di sekolah, sehingga hal-hal yang membahayakan ada di sekolah,” jelasnya.
Oleh karen itu, dengan bimtek ini, kami menggugah komitmen pemerintah Provinsi Malut untuk mendorong Kabupaten kota untuk melakukan upaya agar satuan pendidikan dalam artian sekolah umum dan menengah menjadi Sekolah Rama Anak.
“Jadi di sekolah mana tidak ada lagi sebagai objek tetapi sebagai subyek. Mereka didengar suaranya, mereka dipenuhi haknya, dan orang dewasa mau melibatkan mereka dalam bentuk perencanaan maupun untuk kegiatan dalam pendidikan,” pungkasnya.
Hal ini, katanya, karena Malut termaksud salah satu tingkat kekerasan anaknya sangat tinggi, dan sekolah Ramah Anak menjadi upaya pihaknya untuk menurunkan tingkat kekerasan di sekolah.
“Sebenarnya anak-anak itu mereka peniru ulung, jadi mereka akan melakukan apa yang dilihat, dirasakan, dan diamati oleh mereka,” akunya.
Dijelaskan, kekerasan menjadi salah satu bentuk pendisiplinan instant yang seringkali mereka terima dan mereka lihat dalam keseharian, maka itulah yang mereka akan lakukan jadi kapan mau diputuskan kota rantai kekerasan ya, sehingga di sekolah ramah anak-anak itu pendisiplinnya pada seorang anak kita lakukan dengan kewenangan bukan dalam bentuk hukuman.
“Sehingga nantinya ada pendisiplinan terkait dengan sekolah ramah anak-anak,” pungkasnya.
Dikatakannya, kepada peserta atau kepada guru guru yang hadir pada hari ini, kegiatan ini belum ada apa-apanya sama sekali, di sekolah ramah anak pembentukan dan pengembangan, kita sebut dengan temu mesra atau (3M) menuju sekolah ramah anak, mau mampu maju (3M) kegiatan ini hanya mendorong untuk yang pertama mereka mau dulu, untuk memperlihatkan apakah mereka mau setelah ini, justru kami minta agar dinas pendidikan provinsi untuk mengawal itu. Untuk mendorong itu.
“Akan tetapi apakah mereka mau atau tidak, maka pengawalannya akan dilakukan oleh Pemerintah Provinsi,” ujarnya.
Dijelaskan juga bahwa yang menjadi target, setelah mereka pulang ke daerah masing masing baik dari dinas maupun Kemenag, dinas pendidikan, dinas PPA maupun sekolah-sekolah maka akan mulai memproses informasi tadi atau mewujudkan maunya dalam bentuk adanya SK penetapan sekolah ramah anak, yang kedua deklarasi yang mau, dan ketiga, sekolah memasang papan nama, itu penanda maunya.
“Itu yang harus dilakukan bagaimana pemerintah daerah mau memang bukan mereka seperti yang tadi, mau, mampu dan maju (3M),” katanya.
“Tidak dengan cara hukuman. Ini merupakan tantangan berat sekolah ramah anak yang kami harap dapat dilakukan oleh Maluku Utara,” katanya, menambahkan.
Reporter: Adi