Oleh : Ardiansyah Fauji
Juru Bicara AMAN jilid II
Catatan ini akan dimulai dari upaya pencurian termahal dalam sejarah umat manusia oleh seorang ahli holtikuktura Perancis di tahun 1755, Pierre Poivre dua kali menyelundupkan bibit cengkeh dan pohon pala dengan kapal Dauphin lewat pulau Mayau. Pencurian 500 tahun silam inilah yang kemudian hari memberi kehormatan bagi Zanzibar sebuah kepulauan di sebelah timur Afrika sebagai negeri cengkeh dengan kualitas terbaik di dunia.
Lewat Maluku, bibit cengkeh dan pala itu kemudian di tanah di Mauritania namun tidak bisa tumbuh karena tanahnya tidak cocok, kemudian oleh pihak inggris di tahun 1848 atas dukungan Sir Stamford Raflles bibit-bibit berharga itu dipindahkan ke Madagaskar, dan tumbuh suburlah di pulau ke empat terbesar di dunia tersebut. Berkat pencurian ini juga hongi tochten atau politik ekstirpasi (monopoli) Belanda atas perdagangan cengkeh di Maluku menjadi tak efektif. Berkat pencurian ini pula, Madagaskar kita menjadi negara pengeksport cengkeh terbesar kedua di dunia saat ini.
Perjalanan rempah-rempah cengkeh dan pala Maluku Utara telah melewati banyak masa, bahkan ditemukan artefak cengkeh dari Maluku pada era Mesopotamia lama. Cengkeh dibawa melalui Gurun Gobi melewati lembah Khayber Pass, Nepal memasuki kota Venice hingga sampai ke Alexandria. Jauh sebelum itu, di masa sebelum masehi, cengkeh telah dibawa oleh pedagang Arab dan India lalu diperdagangkan di pantai Malabar hingga Romawi bahkan ke kota Tyre di Yunani yang merupakan pusat perdagangan Barat dan Timur kala itu hingga ditaklukan oleh Alexander The Great pada 322 SM. Ketika menemukan pelabuhan Alexandria, Alexander The Great secara khusus merubahnya menjadi pusat perdagangan rempah-rempah dari timur. Bahkan laporan biarawan Fransiscan cengkeh telah digunakan jauh sebelum masa Kristus yang dikutip dari Ch. van Frassen, menyebutkan bahwa raja raja mesir telah menggunakan cengkeh untuk mummi mereka.
Cengkeh abad itu memang lebih bernilai dibandingkan emas. Barangkali kalau bukan karena rempah-rempah, Amerika tidak akan pernah ditemukan oleh Cristopher Colombus dengan kapalnya El Pinto karena elpardidos ketika mencari the spices island, hanya membuang sauk di pantai Carribia pada 1492. Ketika Cina dikuasai dinasti Mongol, jalur laut ke Maluku terputus selama 200 tahun, pelaut-pelaut Eropa mulai mencari jalur lain menuju the silk road atau seiden strasse. Colombus mengira penduduk asli Amerika yang ditemuinnya adalah orang Tidore dan Ternate, saat itu Maluku masih disebut dengan istilah Indien Insula atau Ilhas das Moluccas. Ekspedisi gagal Colombus mencari jalur rempah kemudian setahun berikutnya dilakukan lagi oleh Hernan Cortez dengan 17 kapal, mereka tersesat ke pedalaman Kuba, kemudian membawa pulang hadiah emas, biji cokelat dan daun tembakau kepada raja Spanyol, tanpa membawa cengkeh dan beralasan sedang tidak musim.
Pencarian jalur sutra (jalur rempah) berakhir happy ending ketika ekspedisi keliling dunia pertama Magellan muda yang tewas di pertempuran Mactan, Filipina. Diteruskan oleh Juan Sebastian d’el Cano dengan 2 kapal tersisa Victoria dan Trinidad tiba di Tidore dan membuang sauk di pantai Rum 1521. Juru tulis Pigafetta dalam jurnal pelayarannya menulis; tiga jam sebelum terbenam matahari pada 6 november 1521, Trinidad dan Victoria membuang sauk di pantai Rum, Tidore. Dua hari kemudian mereka disambut hangat oleh Kolano Tidore Al-Manshoor, seorang sultan yang gagah tegap bertampang Moor, berusia 55 tahun dengan dua kora-kora kehormatannya. Trinidad dan Victoria pun menyambut Al-Manshoor dengan tembakan salvo penghormatan penuh dari seluruh meriam kapal yang. elCano menggelar karpet merah di atas geladak armada Spanyol tersisa, memberi komando penuh terhadap seluruh awak untuk berbaris membentuk pagar betis lalu mencium tangan Sultan Al-Manshoor sebagai bentuk penghormatan tertinggi mereka kepada kepala negara sahabat.
Ekspedisi termahal dalam sejarah tersebut berlangsung selama 25 bulan, akhirnya mampu membentuk perspektif baru warga dunia. Andai saja elCano tidak tiba di Tidore, orang-orang Eropa akan tetap percaya bahwa bumi itu datar dan tumbuhan cengkeh selamanya hanya tumbuh di bulan. Para pelaut-pelaut itu hanya datang ke Tidore untuk memunggutnya.
Peristiwa 500 tahun circumnavigation of the globe of Ferdinand Magellan merupakan perjalanan yang sungguh telah merubah mindset dunia juga menandai puncak jayanya kepulauan rempah-rempah. Ekspedisi ini juga merupakan puncak ilmu pengetahuan manusia tentang kemaritiman, dimana melintasi 23 kota-kota di dunia yang terhampar pada 12 negara dari benua Eropa, Amerika, Afrika hingga Asia.
Tidore kemudian mendapat kehormatan untuk menjadi tuan rumah pada perayaan 500 tahun circumnavigation Magellan yang diselenggarakan oleh Global Network of Magellan Cities (GMNC) pada 2019-2022. Perayaan ini semacam upaya Capt Ali Ibrahim dan Muhammad Sinen memposisikan kembali Tidore sebagai pusat kosmopolitan seperti abad pertengahan dahulu, dimana terjadi persentuhan banyak kebudayaan yang kemudian melahirkan peradaban-peradaban besar dunia.
Sebuah pencapaian yang luar biasa dibawah kepemimpinan Capt Ali Ibrahim dan Muhammad Sinen. Kehormatan itu bertambah ketika Presiden Jokowi menetapkan Tidore Kepulauan menjadi tuan rumah Sail ke 12 Indonesia.
Dua momentum besar yang terjadi sekaligus, bukan pekerjaan mudah, apalagi terkendali Covid19 sehingga kegiatan Sail Tidore sempat Tertunda, dan baru beberapa bulan ini dicanangkan kembali. Dengan waktu persiapan yang cukup mepet dan ditengah keterbatasan anggaran, bisa dibilang Capt Ali Ibrahim dan Muhammad Sinen benar-benar nekat menuntaskan tanggungjawab besar tersebut.
Pembangunan infrastruktur dilokasi Sail digenjot siang malam, titik-titik vital perkotaan mulai ditata lebih rapi dan indah lagi. Dengan segala keterbatasan, kekurangan dan banyaknya kritik publik atas hajatan internasional ini. Tampak terlihat ada tekad baja di hati kedua pemimpin Tidore Kepulauan ini untuk memikul amanah Sail Tidore dengan sebaik-baiknya. Perlahan tapi pasti, mendekati hari pelaksanaan seluruh persiapan hampir rampung seluruhnya.
Lewat Sail Tidore 2022, Indonesia berharap rebranding wisata bahari semakin menarik di mata dunia, sebab sejak pandemi industri pariwisata dan ekonimi kreatif merupakan sektor yang paling terpukul dan terpuruk, sehingga momentum Sail Tidore 2022 diharapkan mampu mengangkat dan membaik kembali iklim pariwisata khususnya wisata bahari dalam negeri. Selain itu, potensi sejarah rempah-rempah yang kuat bisa meningkatkan jumlah kunjungan lokal maupun asing sehingga mampu berkontribusi pada peningkatan pertumbuhan ekonomi baik di lokal maupun tingkat nasional.
Sejarah bukan hanya kekuatan masa lalu tapi juga potensi masa depan jika dikelolah dengan baik. Dua momentum besar yang dihelat oleh Pemerintah Tidore Kepulauan harus mampu berimplikasi pada kesejateraan rakyat, tidak terjebak pada acara-acara seremonial semata tapi lebih kepada substansinya. Kita mungkin bisa belajar langsung kepada Spanyol, negara dengan penduduk kurang lebih 46 juta jiwa setiap tahunnya dikunjungi kurang lebih 75 juta wisatawan. Lalu apa yang dijual Spanyol sehingga kunjungan wisatawan bahkan melebihi jumlah orang yang mendiami Spanyol tiap tahunnya? Mereka menjual masa lalunya, warisan sejarah yang mereka sugukan kepada pengunjung.
Peninggalan peradaban era Dinasti Ummayah selama tujuh abad, monumen-monumen masa lalu di Andalusia, masjid Cordoba, istana Alhambra di Granada, menara Giralda dan Alcazar di Sevilla, Benteng Benteng Alcazaba di Malaga dan masih banyak lainnya. Kisah dan monumen masa lalu itu dirawat, pelihara dan dikemas baik menjadi sumber kesejateraan rakyat Spanyol hari ini. Artinya sejarah bukan hanya kisah usang yang hanya diceritakan sebagai dongeng tidur tapi lebih dari itu menjadi sumber nilai dan menjadi gerbang kemajuan bagi masa depan.
Bukankah Spanyol menjadi besar karena kontribusi yang signifikan kota kecil Tidore ini dalam membesarkan peradabannya? Bukankah pelayaran termahal Magellan dengan memakai uang kerajaan Spanyol atas perintah King Charles I itu hanya dibayar lunas dengan 27,3 ton cengkeh yang dibawa pulang dari Tidore?
Sudah saatnya kita manfaatkan masa lalu kita yang besar dan hebat ini untuk kesejateraan rakyat, sejarah bisa menjadi berkah ekonomi, banyak negara pula banyak kota sudah membuktikan itu. Sail Tidore 2022 bukan sekadar upaya napak tilas sejarah peradaban dan kebesaran maritim dimasa lalu, tapi bisa kita kemas menjadi pintu bagi kesejahteraan Indonesia ke depan. Dan ini bukanlah sesuatu yang sulit, juga bukan mimpi yang tidak mungkin terjadi, jika kita bisa membalik cerita sukses pariwisata Andalusia ke Maluku Utara.
“Tiada sesuatu yang tidak mungkin di bawah langit,” Napoleon Bonaparte.
“Mari hadiri dan sukseskan Sail Tidore, 24-29 November 2022. Kota Warisan Dunia, Perekat Bangsa Bangsa. (*)